PENDAHULUAN
Kemajuan jaman telah banyak mengubah perilaku manusia.
Semakin lama semakin marak penggunaan teknologi canggih untuk mempermudah
seseorang menjalani kehidupan. Seseorang yang ingin mengadakan perjalanan jauh,
semula hanya mampu mempergunakan mobil, kini ia dapat menggunakan pesawat
terbang. Pemanfaatan pesawat TV meningkatkan perolehan arus informasi global
yang semula hanya didapat dari surat kabar dan radio saja. Demikian banyak segi
kehidupan yang telah dipengaruhi oleh kemajuan jaman. Akan tetapi, meskipun
jaman telah banyak berubah, masih cukup banyak sikap dan cara berpikir
masyarakat yang relatif tetap. Konsep tentang nasib, misalnya. Sampai saat ini,
masih banyak orang yang mempercayai adanya nasib. Mereka menganggap nasib telah
ditentukan terlebih dahulu sebelum seseorang dilahirkan ke dunia. Nasib berlaku
sejak dilahirkan sampai dengan meninggal. Nasib ini tidak akan dapat diubah
walau sedemikian hebat seseorang berusaha memperbaikinya. Konsep ini memang sangat
sederhana dan bermanfaat untuk membuat seseorang lebih mudah menerima
penderitaan dalam kehidupan. Apabila mereka menjumpai kesulitan hidup yang
tidak terpecahkan, maka jalan keluarnya adalah menyalahkan nasib buruknya
sendiri dan akhirnya mereka akan tenang. Namun, apakah hal ini ada di dalam
pengertian Buddhis?
Umat Buddha yang mengerti sedikit-sedikit Ajaran Sang
Buddha menyadari bahwa segala sesuatu dalam kehidupan ini tidak kekal, selalu
berubah. Hal ini memang sesuai dengan pengertian yang telah diuraikan oleh Sang
Buddha. Oleh karena itu, mereka juga menyadari bahwa nasib pun tidaklah kekal.
Artinya, nasib dapat diubah. Namun, cara untuk mengubah nasib inilah yang tidak
tepat, tidak sesuai dengan Ajaran Sang Buddha. Banyak orang dalam suasana tahun
baru mengunjungi para tukang ramal untuk mengetahui nasib dan masa depan
mereka. Apabila sang peramal mengatakan bahwa pada tahun itu nasib mereka baik
maka sungguh bahagia mereka. Sebaliknya, bila si peramal memberikan kabar
buruk, mereka menjadi gelisah, cemas dan takut. Mereka kemudian bertanya dan
memohon kepada si peramal untuk mengadakan upaya atau upacara tertentu yang
dapat membebaskan mereka dari nasib buruk. Mereka menghabiskan banyak uang
untuk mengadakan upacara tertentu tersebut agar dapat selamat dari penderitaan.
Apakah hal ini bermanfaat? Kadang memang dapat memberikan manfaat, tetapi lebih
sering mereka menjadi mangsa empuk paranormal gadungan. Justru pada akhirnya si
paranormal lah yang lebih bahagia daripada 'mangsanya'.
Agama Buddha
memang melihat kehidupan ini tidaklah kekal, selalu berubah. Dengan demikian,
memang benar bahwa nasib seseorang pun dapat berubah. Nasib sesungguhnya adalah
merupakan kumpulan buah perbuatan baik maupun buruk yang telah pernah dilakukan
seseorang. Salah satu sabda Sang Buddha yang sangat terkenal tentang ini
adalah: "Sesuai dengan benih yang ditabur, begitulah buah yang akan
dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebajikan dan pembuat kejahatan
akan menerima kejahatan pula. Tertaburlah olehmu biji-biji benih dan engkau
pulalah yang akan memetik buah-buah dari padanya" (Samyutta Nikaya
I, 227).Jelas sudah sekarang bahwa suka dan duka adalah buah perbuatan
sendiri. Dengan demikian, nasib pasti dapat diperbaiki dengan melakukan suatu
tindakan tertentu. Agar lebih jelas memahami Ajaran Sang Buddha yang dapat
dipergunakan untuk mengubah nasib maka disusunlah makalah ini. Namun, agar
terhindar dari kerancuan pengertian istilah 'nasib' yang telah berkembang di
tengah masyarakat bahwa nasib tidak dapat diubah maka dalam makalah ini
digunakan istilah yang lebih sesuai yaitu Kamma (Pali) atau Karma
(Sanskerta). Istilah 'kamma' memang telah dipergunakan oleh Sang Buddha
sendiri. Dalam pembahasan makalah akan digunakan istilah yang cukup
memasyarakat yaitu 'karma'.
Pengertian akan adanya Hukum Karma sudah cukup lekat
dalam masyarakat kita, baik di kalangan Umat Buddha maupun bukan. Walaupun
pengertian itu masih bersifat setengah-setengah. Masyarakat dengan mudah
mengatakan bahwa orang jahat yang kemudian tertimpa bencana itulah akibat buah
karmanya. Sebaliknya, jarang terdengar bahwa orang baik yang hidup bahagia
adalah juga akibat buah karmanya. Kebanyakan orang menganggap bahwa istilah
'karma' selalu berarti karma buruk. Padahal dalam pengertian Buddhis, karma
berarti segala bentuk perbuatan yang dilakukan dengan niat (Anguttara Nikaya
II, 82). Niat melakukan perbuatan ini dapat diwujudkan dengan prilaku
badan, ucapan maupun tetap dalam pikiran saja. Perbuatan yang dilakukan dapat
merupakan perbuatan baik maupun perbuatan buruk.
Memperhatikan perumpamaan yang diberikan Sang Buddha
tentang Hukum Karma, dapatlah dimengerti bahwa Hukum Karma sebenarnya adalah
Hukum Sebab dan Akibat. Apabila ada sebab maka timbul pula akibat; apabila
hilang penyebabnya maka hilang pula akibat. Hukum Sebab dan Akibat ini adalah
merupakan hakekat kehidupan. Oleh karena itu, ada beberapa kondisi alam yang
juga dipengaruhi oleh Hukum Sebab dan Akibat.Kondisi ini diuraikan dalam Abhidhamma
Vatara 54 sebagai HUKUM ALAM (Pancaniyama Dhamma) yaitu:
1.
|
Bija
Niyama
|
:
|
Hukum
mengenai biji–bijian.
|
2.
|
Utu Niyama
|
:
|
Hukum yang
berkenaan dengan temperatur.
|
3.
|
Kamma
Niyama
|
:
|
Hukum
Perbuatan.
|
4.
|
Citta
Niyama
|
:
|
Hukum
akibat dari kemampuan pikiran.
|
5.
|
Dhamma
Niyama
|
:
|
Adanya
gravitasi.
|
Hukum Karma (Kamma Niyama) ternyata
adalah salah satu dari Hukum Sebab dan Akibat. Sesuai dengan prinsip dasar
Hukum Sebab dan Akibat berarti setiap suka dan duka yang dialami pasti ada
sebabnya. Apabila dapat mengatasi penyebabnya maka akibatnya pun dapat diubah.
Jadi, kebahagiaan dapat dimunculkan dan penderitaan dapat dihindari asalkan
mengetahui penyebab kebahagiaan dan penderitaan. Untuk dapat menumbuhkan
kebahagiaan dan menghindari penderitaan, cara kerja karma harus diketahui terlebih
dahulu. Pada kitab Visuddhimagga 601, cara kerja karma dibagi
menjadi:
1.
|
Karma yang
menyebabkan kelahiran.
Pada saat
kelahiran, seseorang tidak dapat menentukan sendiri agar dapat lahir dengan
bentuk tubuh tertentu, jenis kelamin tertentu dan sebagainya. Apa yang
didapat pada saat kelahiran adalah mutlak buah karma yang telah pernah
diperbuat dalam kehidupan sebelumnya. Lahir sebagai lelaki atau wanita, lahir
sempurna atau cacat adalah hasil kerja karma yang melahirkan berdasarkan
timbunan karma baik maupun buruk yang dimilikinya.
|
2.
|
Karma yang
mendukung buah karma yang tengah dialami.
Kerja
karma jenis kedua ini adalah memberikan tambahan atas karma yang muncul pada
saat kelahiran. Apabila seorang anak lahir dengan lebih banyak memiliki karma
baik sehingga ia mempunyai bentuk tubuh indah, sehat, ganteng / cantik, dan
sempurna maka karma yang mendukung memberikan nilai tambah lagi yaitu,
misalnya ia lahir dalam keluarga kaya raya, keturunan yang terhormat, dan
seterusnya.
Sebaliknya,
anak yang lahir dengan timbunan karma buruk yang cukup banyak sehingga ia
memiliki tubuh cacat, wajah buruk maka akan ditambah pula dengan kelahirannya
di keluarga pra sejahtera, dan kondisi keluarga yang amburadul.
Inti kerja
karma ini adalah jika seseorang lahir bahagia maka akan ditambah
kebahagiaannya; bila saat lahir sudah menderita maka ditambah pula
menderitaannya.
|
3.
|
Karma yang
mengurangi buah karma yang sedang dialami.
Kehidupan
bahagia dan tambah bahagia serta mereka yang menderita semakin menderita
ternyata masih dapat diperbaiki. Kebahagiaan dapat ditingkatkan dan
penderitaan dapat dikurangi. Inilah yang menjadi tugas karma jenis ini.
Namun, tugas tersebut harus dilaksanakan sendiri. Artinya, mereka yang ingin
tambah bahagia dan menghindari penderitaan harus mampu melakukan perbuatan
baik. Ada banyak perbuatan baik yang dapat dilaksanakan. Dalam bagian lain
makalah ini nanti akan dibahas satu demi satu.
Pengertian
tentang cara kerja karma jenis inilah yang akan dapat memberikan makna dalam
kehidupan. Orang akan terdorong untuk melakukan kebajikan karena menyadari
bahwa buah kebahagiaan akan dialami sendiri. Sebaliknya bila ia mengalami
kesulitan, ia tidak akan putus asa karena sadar bahwa ia sendirilah yang
dapat mengubah tangis menjadi tawa. Dari sinilah semangat hidup dapat
dibangkitkan. Dari sini pula dibangkitkan kelebihan manusia sebagai penentu
suka duka hidupnya sendiri. Tidak akan ada kekecewaan di kala menderita;
tiada kesombongan di kala suka karena orang telah menyadari bahwa segala suka
dan duka yang dialami adalah hasil perbuatannya sendiri.
|
4.
|
Karma yang
memotong karma yang menyebabkan kelahiran.
Perubahan
yang sangat drastis akibat perbuatan sendiri dapat menimbulkan jalan hidup
yang bertentangan dengan karma yang dialami sewaktu dilahirkan. Seseorang
yang sempurna tubuhnya dan lahir dari keluarga bangsawan namun ia suka
mabuk-mabukan akan dapat mengakibatkan dia menderita selamanya, misalnya
apabila ia mengalami kecelakaan lalu lintas yang berakibat cacat seumur
hidup. Dengan demikian, hilang kesempurnaan tubuhnya dan tidak ada lagi arti
keturunan bangsawan yang dimilikinya.
Sebaliknya
orang yang buruk wajahnya dan lahir dikeluarga miskin, namun ia rajin dan
penuh kejujuran maka ia dapat memperoleh kepercayaan dari atasannya untuk
jabatan penting tertentu dalam suatu perusahaan, misalnya. Jabatan penting
yang dipercayakan kepadanya akan dapat memperbaiki kondisi ekonominya yang
semula sulit. Jabatan itu juga menyebabkan ia menjadi orang terhormat yang
bertolak belakang dengan keadaan yang dialaminya sewaktu ia dilahirkan.
|
Dengan mengerti cara kerja karma di atas, maka segala
perbuatan baik dan buruk yang kita lakukan adalah termasuk dalam jenis karma
kelompok ketiga: Karma yang mengurangi buah karma yang sedang dialami. Apabila
banyak perbuatan baik yang kita lakukan, maka kebahagiaan dapat terus
ditingkatkan dan penderitaan dapat dikurangi. Sedangkan perbuatan jahat harus
dihindari karena akan dapat menurunkan kebahagiaan dan meningkatkan penderitaan
yang tengah dialami. Inilah kunci penting perubahan karma. Dalam Dighanikaya
Atthakatha III, 999terdapat sepuluh jalan berbuat kebaikan (Dasa
Puññakiriyavatthu) yaitu:
1.
|
Dãnamaya:
Memberikan dana/kerelaan
Dana atau
kerelaan dalam Agama Buddha adalah menjadi dasar segala perbuatan baik. Tidak
akan ada perbuatan baik yang dilakukan seseorang apabila ia tidak memiliki
kerelaan. Dana yang dimaksudkan di sini tidaklah selalu hanya berhubungan
dengan uang ataupun materi saja. Dana yang dibicarakan adalah dana yang
bersifat materi dan juga dana yang tidak bersifat materi. Dana yang bersifat
materi lebih biasa didengar, sedangkan salah satu contoh dana yang bersifat
bukan materi adalah kesediaan seseorang memberi maaf kepada orang yang
bersalah. Pada tingkat awal, orang memang dianjurkan berdana dalam bentuk
materi, misalnya uang, pakaian, makanan maupun kebutuhan yang lain.
Sesungguhnya makna dana ini adalah menumbuhkan kebiasaan berpikir untuk
membahagiakan mahluk lain. Bahkan, semua mahluk. Ia akan membahagiakan mereka
dengan segala macam cara. Menumbuhkembangkan pikiran yang penuh cinta kasih.
Dalam Jataka 37 disebutkan bahwa apabila seseorang memiliki pikiran
penuh cinta kasih maka ia akan merasa welas asih kepada semua mahluk di
dunia. Semua mahluk yang ada di atas, di bawah dan di sekelilingnya, tak
terbatas di manapun juga. Apabila sikap ini sudah dapat terbentuk dengan
kemampuan materi, maka dapat dilanjutkan dengan memberikan hal-hal yang bukan
materi. Mau mendengarkan kesulitan orang lain adalah juga termasuk berdana
yang bukan materi.
|
||||||||||
2.
|
Sîlamaya:
Menjaga sila (kemoralan)
Pelaksanaan
kemoralan ditujukan agar seseorang selain mampu berbuat baik, ia hendaknya
juga mampu mengendalikan dirinya, mengendalikan tingkah lakunya. Dalam
pelaksanaan sila, sebagai permulaan, seseorang dapat melatih lima sila atau
disebut juga sebagai Pancasila Buddhis dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat. Lima latihan kemoralan itu adalah latihan untuk tidak membunuh
dan menganiaya mahluk hidup, tidak mencuri, tidak melanggar kesusilaan, tidak
berbohong dan tidak mabuk-mabukan (Anguttara Nikaya III, 203). Tujuan
dari pelaksanaan sila ini agar si pelaku tidak memiliki kesalahan yang dapat
merugikan diri sendiri maupun pihak lain. Dengan pelaksanaan sila, selain si
pelaku dapat diterima sebagai anggota masyarakat yang baik, ia pun juga
termasuk melakukan karma baik. Dalam Theragatha 608 disebutkan bahwa
di sini, di dunia ini, seseorang haruslah melatih dengan cermat untuk
menyempurnakan kemoralan, karena kemoralan apabila dikembangkan dengan baik
akan menghantarkan semua keberhasilan ke dalam genggaman. Selanjutnya,
apabila pelaksanaan latihan lima sila ini ingin ditingkatkan, maka seseorang
dapat melatih delapan sila sehari dalam seminggu. Lebih meningkat lagi adalah
dengan melaksanakan sepuluh sila yaitu dengan menjadi samanera sementara
ataupun tetap. Paling banyak latihan sila adalah dengan melakukan bhikkhu
sila yaitu melatih 227 peraturan kebhikkhuan.
|
||||||||||
3.
|
Bhãvanãmaya:
Mengembangkan batin
Berdana
dan melaksanakan kemoralan adalah latihan pembentukan kebiasaan yang masih
berkaitan dengan unsur fisik seseorang. Kedua latihan ini sudah cukup baik,
namun masih harus ditingkatkan. Apabila seseorang hanya melatih diri sampai
pada unsur fisik saja, maka ia akan menjadi orang yang munafik, pandai
berpura-pura; baik kelakuan tetapi jahat pikirannya. Ia hendaknya juga
melatih pikirannya dengan meditasi. Meditasi sebaiknya dilatih setiap hari,
pagi dan sore hari paling sedikit 15 menit atau 30 menit setiap latihan.
Melalui meditasi orang dibiasakan berpikir yang baik, berkonsentrasi pada
segala hal yang sedang dipikirkan, dikerjakan dan diucapkan. Tujuan
utama meditasi adalah membentuk kebiasaan berpikir, hidup adalah saat ini.
Pikiran seseorang sering melayang ke masa lampau ataupun yang akan datang,
akibatnya timbullah perasaan suka dan duka. Suka adalah sebagai akibat
tercapainya keinginan di masa lampau atau karena membayangkan kebahagiaan
yang akan diperoleh di masa depan. Sebaliknya duka adalah karena keinginan di
masa lampau tidak tercapai atau ketakutan membayangan masa yang akan datang.
Padahal, keduanya adalah tipuan pikiran belaka. Di masa lampau seseorang
pernah hidup tetapi ia sudah tidak hidup di masa itu lagi. Sedangkan masa
depan, ia akan hidup tetapi belum tentu hidup. Hidup adalah saat ini.
Ketakutan maupun kebahagiaan semu justru akan menyia-nyiakan kenyataan bahwa
saat inilah seseorang sedang hidup!
|
||||||||||
4.
|
Apacãyanamaya:
Bersikap rendah hati dan menghormati mereka yang lebih tua
Rendah
hati adalah salah satu bentuk latihan mengurangi keakuan. Keakuan menjadikan
seseorang merasa sebagai tokoh utama dalam hidup ini. Tanpa dirinya seakan
dunia tidak akan berputar lagi. Padahal menurut Buddha Dhamma kehidupan ini
sesungguhnya dicengkeram oleh Hukum Sebab dan Akibat. Artinya, seseorang
mampu mencapai kondisi seperti saat ini pasti ada sebabnya. Dan dari salah
satu penyebab tersebut, pasti juga akan melibatkan pihak lain. Seseorang
tidak akan pernah mampu untuk hidup sendirian dalam dunia. Ia pasti
membutuhkan pihak lain untuk saling membantu. Oleh karena itu, apabila telah
disadari bahwa orang tidak dapat hidup sendirian, maka orang akan mampu
mengurangi rasa keakuan, mengikis kesombongan. Orang akan dapat hidup hormat
menghormati. Orang akan menghormati mereka yang patut memperoleh
penghormatan. Orangtua misalnya, adalah orang yang menyebabkan seseorang ada
di dunia ini. Mereka pula yang membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Oleh
karena itu, sudah selayaknya mereka memperoleh penghormatan. Demikian pula
dengan kakak yang mungkin juga telah ikut berperan dalam menjaga dan
menghindarkan seseorang dari bahaya. Para guru juga memiliki jasa dalam
memberikan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya. Serta masih sangat banyak
pihak lain lagi yang amat berjasa dan berpengaruh dalam kehidupan seseorang.
Penghormatan
selain sebagai sarana mengurangi keakuan, juga untuk membiasakan seseorang
agar dapat mengenal budi baik orang lain. Dalam Anguttara Nikaya I, 87
dinyatakan bahwa terdapat dua tanda yang dimiliki oleh orang yang sulit
dijumpai di dunia ini. Kedua tanda itu adalah, pertama, orang tersebut
memiliki kemampuan dan kemauan untuk memberikan pertolongan kepada pihak
lain, tanpa mengharapkan imbalan apapun juga. Kedua, orang tersebut memiliki
kesadaran atas kebaikan yang telah pernah diterimanya dan berusaha untuk
berbuat baik kepada fihak tersebut dengan lebih besar daripada kebaikan yang
pernah diterimanya. Sesungguhnya, adalah satu perbuatan baik yang dapat cepat
mengubah karma seseorang apabila ia dapat mengingat jasa kebaikan orang lain,
memberikan penghormatan yang selayaknya serta membalas kebaikan mereka.
|
||||||||||
5.
|
Veyyãvaccamay:
Membantu dan bersemangat dalam melakukan hal yang patut
Perbuatan
baik tidak berarti hanya berusaha menghindari kejahatan dengan melatih
kemoralan. Menghindari melakukan kejahatan adalah salah satu bentuk perbuatan
baik yang dikategorikan kebaikan pasif. Sebutan ini diberikan karena sifat
perbuatan baik tersebut dilakukan dengan usaha menahan diri untuk tidak
mengerjakan sesuatu (kejahatan). Selain itu, ada pula perbuatan baik secara
aktif. Maksud perbuatan baik jenis ini adalah seseorang didorong secara aktif
dan terus menerus untuk melakukan kebajikan sesuai dengan tuntunan Ajaran
Sang Buddha. Banyak disebutkan dalam Dhamma tentang anjuran melakukan
kebajikan. Anjuran untuk menolong mahluk lain, berdana, mengembangkan
kejujuran serta masih banyak lagi bentuk perbuatan baik lainnya. Selain
melakukan sendiri, seseorang hendaknya juga mau menganjurkan orang lain
melakukan kebajikan yang sama dengan yang telah dilakukannya sendiri.
Perbuatan ini dapat digolongkan sebagai berdana Dhamma. Bukankah dalam Dhammapada
XXIV,21 disebutkan bahwa pemberian Dhamma dapat mengalahkan segenap
pemberian lainnya?
|
||||||||||
6.
|
Patidãnamaya:
Melimpahkan jasa baik kita
Walaupun
dalam Hukum Sebab dan Akibat disebutkan bahwa si pelaku akan memperoleh buah
perbuatannya sendiri, perbuatan baik ternyata dapat dilimpahkan jasanya.
Proses ini digambarkan dengan seorang anak yang menuntut ilmu di kota lain
memberitakan kabar kelulusannya kepada orangtuanya di kota kelahirannya.
Mendengar kabar gembira ini, ayah dan ibunya tentunya akan merasakan
kebahagiaan. Padahal apabila direnungkan, si anak yang lulus tetapi mengapa
orangtuanya juga merasakan kebahagiaan? Inilah yang disebutmuditã citta
atau ikut bergembira atas kebahagiaan yang dirasakan oleh orang lain (Vibhangga
272 & 642).Muditã citta termasuk melakukan salah satu karma
baik lewat pikiran. Oleh karena itu, kondisi sedemikian inilah yang
dimunculkan oleh seorang Umat Buddha apabila melimpahkan jasa kebaikan yang
dilakukannya kepada sanak keluarganya yang sudah meninggal. Sanak keluarga
yang meninggal adalah seperti orangtua yang tinggal di luar kota (pada
perumpamaan di atas), mereka akan ikut berbahagia atas kebajikan yang
dilimpahkan kepadanya. Kebahagiaan ini berarti penimbunan karma baik lewat
pikiran. Apabila pelimpahan jasa ini sering dilakukan, berarti makin banyak
memberi kesempatan para leluhur menanam kebajikan. Akibatnya, apabila karma
baik yang ditimbunnya sudah cukup, meninggallah mereka dari alamnya dan
terlahir di alam yang lebih baik. Dengan demikian, pelimpahan jasa ini akan
banyak memberikan manfaat. Pertama, manfaat didapat oleh si pelaku kebajikan
sendiri. Kedua, para leluhur pun ikut menikmati kebajikannya sehingga
memberikan kondisi terlahir di alam yang lebih baik. Ketiga, si pelaku dapat
mengurangi keakuan, sebab semua kebajikan yang dilakukan diatasnamakan para
leluhur. Keempat, obyek perbuatan baik yang menerima kebajikan juga akan
memperoleh kebahagiaan. Minimal empat manfaat itulah yang dapat dirasakan
dalam proses pelimpahan jasa. Oleh karena itu, dengan seringnya melakukan
pelimpahan jasa akan mengkondisikan penanaman karma baik yang cukup banyak
pula untuk semua fihak.
|
||||||||||
7.
|
Pattãnumodãnamaya:
Menerima dan bergembira atas perbuatan baik orang lain
Rasa
berbahagia atas kebahagiaan yang didapatkan pihak lain, muditã citta,
bukan hanya diperlukan untuk para leluhur yang sudah meninggal saja. Sikap
pikiran yang baik ini hendaknya juga dimiliki oleh orang yang masih hidup.
Hal ini karena sikap pikir ini jelas-jelas merupakan karma baik. Kebanyakan,
orang merasa iri hati dengan kebahagiaan orang lain ataupun tidak senang
apabila orang lain mempunyai kesempatan berbuat baik. Perasaan ini muncul
karena sebagai orang yang belum mencapai kesucian, seseorang masih diliputi
oleh ketamakan, kebencian dan kegelapan batin. Oleh karena itu, agar
memperoleh ketenangan hidup dan sekaligus untuk menambah perbuatan baik, perasaan
iri ini harus dikendalikan bahkan kalau dapat dimusnahkan. Cara
memusnahkannya adalah dengan menyadari bahwa segala suka dan duka yang
dialami seseorang adalah buah dari perbuatannya sendiri. Kesempatan berbuat
baik dan kebahagiaan yang dialami seseorang adalah karena buah karma baiknya
sendiri. Apabila seseorang sering menambah kebajikan, tentu saja kesempatan
berbahagia semakin besar diperolehnya. Sebaliknya, penderitaan yang dialami
seseorang juga akibat buah karma buruknya. Dengan demikian, seseorang
hendaknya menghindari melakukan perbuatan yang tidak benar agar terhindar
dari penderitaan. Dengan pengertian akan Hukum Sebab dan Akibat ini maka akan
musnahlah iri hati dengan kebahagiaan orang lain; serta merasa sombong ketika
melihat penderitaan orang lain.
|
||||||||||
8.
|
Dhammasavanamaya:
Mendengarkan Dhamma
Sebagai
seorang Umat Buddha, seseorang wajib datang ke vihara mengikuti puja bhakti.
Hal ini perlu ditegaskan di sini karena banyak manfaat yang diperoleh dari
mengikuti puja bhakti. Pertama, sewaktu membaca ulang kotbah-kotbah Sang
Buddha (Paritta) seseorang harus mempergunakan konsentrasi pikirannya. Dengan
konsentrasi, maka ia akan terbebas dari pikiran yang buruk. Selama membaca
Paritta pikirannya dapat diarahkan menuju ke kebaikan. Kedua, jika di kemudian
hari seseorang dapat mengerti makna Paritta yang dibacanya, ia akan
memperoleh pedoman hidup yang tiada taranya. Pedoman yang sederhana, mudah
dilaksanakan dan membimbing orang untuk lebih percaya diri. Ketiga, di vihara
seseorang diberi kesempatan untuk melatih meditasi yang merupakan salah satu
sarana mengendalikan pikiran. Dengan pikiran terkendali, niatan melakukan
perbuatan jahat dapat dikikis sedangkan niat berbuat baik dapat dipupuk.
Keempat, di vihara seseorang memiliki kesempatan mendengarkan Ajaran Sang
Buddha. Seperti yang telah diketahui bahwa Dhamma yang telah dibabarkan
dengan sempurna oleh Sang Buddha adalah merupakan bekal penting dalam
kehidupan. Inti sari Ajaran Sang Buddha adalah menumbuhkan sikap yang benar
dalam menghadapi perubahan dalam hidup. Sebab orang sering kecewa dengan
kenyataan hidup. Segala sesuatu yang diinginkannya tidak tercapai, sebaliknya
hal yang diperoleh justru bukan yang diinginkannya. Mendengarkan Dhamma
adalah ibarat memberikan tenaga tambahan pada batin seseorang yang mungkin
lelah dalam menghadapi kenyataan hidup. Mendengarkan Dhamma menjadi penting
karena banyak manfaat yang diperoleh. Kitab Anguttara Nikaya III, 248disebutkan
beberapa manfaat mendengarkan Dhamma, yaitu:
Mengingat
cukup banyak manfaat datang ke vihara mengikuti puja bhakti, maka jelas sudah
tidak akan ada lagi keraguan untuk melaksanakannya. Bukankah setiap orang
ingin meningkatkan kualitas hidupnya? Bukankah orang ingin hidup lebih
berbahagia daripada yang tengah dirasakan saat ini? Sering pergi ke vihara
adalah merupakan salah satu cara mencapainya. Ikut puja bhakti dan
mendengarkan Dhamma adalah cara efektif dan efisien untuk menambah kebajikan
dan meningkatkan kualitas diri.
|
||||||||||
9.
|
Dhammadesanãmaya:
Memberikan kotbah Dhamma
Ajaran
Sang Buddha yang telah pernah di dapat baik dari vihara maupun dari
sumber-sumber lainnya hendaknya dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan Dhamma ini jauh lebih penting daripada hanya sekedar
menghafalkannya. Dengan mencoba menjalankan Ajaran Sang Buddha, seseorang
akan dapat merasakan manfaat langsung. Merasakan manfaat Dhamma secara nyata
ini hendaknya menjadi semangat untuk menceritakan dan mendorong orang lain
agar melaksanakan Dhamma dengan baik pula. Dalam pengertian Buddhis,
seseorang dihargai bukan karena banyaknya Dhamma yang dipelajari dan
dimengerti tetapi adalah dari seberapa banyak Dhamma yang telah dilaksanakan
dalam hidupnya. i>Dhammapada VIII, 3 menyebutkan bahwa daripada seribu
bait syair yang tidak bermanfaat, adalah lebih baik satu kata Dhamma yang
dapat memberikan kedamaian kepada pendengarnya. Jelaslah di sini bahwa
kualitas lebih diutamakan daripada kuantitas. Oleh karena itu, bersedia
menceritakan secara sederhana pengalaman sendiri setelah melaksanakan Dhamma
akan mendorong orang lain mengikutinya. Menjadikan orang lain memiliki
kesempatan mendapatkan pengalaman yang serupa, kebahagiaan. Keberhasilan menganjurkan
orang melaksanakan Dhamma adalah merupakan Dhamma dana yang diakui akan
memberikan buah terbesar melampaui segala bentuk pemberian lainnya. Banyak
cara digunakan untuk membagikan pengalaman melaksanakan Dhamma. Cerita bebas
atau 'ngobrol' Dhamma, ceramah resmi maupun hanya berupa 'kesaksian' Dhamma
dalam forum terbatas, cetak buku Dhamma, membiayai anak asuh ke sekolah
Buddhis, dsb. Adalah beberapa contoh cara memberikan Dhamma kepada
orang-orang di lingkungan sendiri.
|
||||||||||
10.
|
Ditthujukakamma:
Membenarkan pengertian salah
Perbuatan
baik yang kesepuluh ini adalah kelanjutan dari uraian yang kesembilan di
atas. Seseorang pada saat akan membagikan pengalaman Dhamma, hendaknya
memiliki tujuan. Salah satu tujuan pokok adalah untuk memberikan pengertian
yang benar akan hakekat kehidupan. Cukup banyak pengertian yang tidak tepat
yang beredar dalam masyarakat. Misalnya, tentang pengertian nasib yang tidak
dapat diubah sama sekali atau cara mengubah nasib yang kurang sesuai. Akan
menjadi tugas bersama para umat Buddha untuk memberikan pengertian benar
dengan berlandaskan cinta kasih. Kasihanilah mereka yang masih belum
mengerti. Janganlah mereka dimusuhi. Berilah kesempatan kepada mereka untuk
meningkatkan kualitas dirinya. Dengan memiliki pola pikir demikian akan
membangkitkan semangat para umat Buddha membagikan Dhamma secara bijaksana
dan penuh cinta kasih serta kesabaran. Tindakan ini jelas-jelas akan
menjadikan peningkatan karma baik kedua belah pihak secara maksimal. Pada
akhirnya, mereka yang memupuk karma baik yang terbanyaklah yang akan segera
mendapatkan kebahagiaan. Mendapatkan perubahan kualitas kehidupan.
|
KESIMPULAN
1.
|
Segala
sesuatu di dunia tidaklah kekal, selalu berubah.
|
2.
|
Perjalanan
hidup seseorang juga dapat berubah.
|
3.
|
Perubahan
perjalanan hidup ditentukan oleh perbuatannya sendiri.
|
4.
|
Ada,
paling sedikit, sepuluh perbuatan yang dapat mengubah kehidupan
|
sumber : http://artikelbuddhis.blogspot.com/2010/09/nasib-dapatkah-di-ubah.html
No comments:
Post a Comment