mors
certa, hora incerta (kematian itu pasti, waktunya yang tidak
pasti)
Kematian
adalah saat berhentinya semua fungsi biologis pada suatu makhluk
hidup, probabilitas terjadinya kematian adalah 1, atau 100% pasti
terjadi pada semua makhluk hidup. Mungkin karena waktu kematian tidak
diketahui, maka orang cenderung tidak mempersiapkan kematiannya. Saat
kematian akhirnya datang, penderitaan batin yang dialami sangat menyakitkan.
Mengapa
tidak siap mati? Pasti bukan karena tidak siap untuk terlahir kembali
menjadi cacing kremi (bagi yang percaya kelahiran kembali) atau tidak
siap terlempar ke neraka (bagi yang percaya neraka yang kekal),
alasan yang sebenarnya adalah... tidak siap kehilangan.
Bayangkan kalau harus kehilangan suami/istri/anak/keluarga/pacar
gelap, harta, atau matahari pagi. Saking tidak siapnya dengan
kematian, banyak orang merasa tabu membicarakannya, bahkan memikirkan
tentang kematian pun dianggap hal buruk, tapi tetap saja pikiran yang
liar akan sering "mengingatkan" kematian, terutama jika ada
peristiwa yang mendukung seperti menghadiri pemakaman, sakit, atau
melihat/mengalami kecelakaan.
PENTINGNYA
SIAP MATI
Anggap
seorang manusia hidup bahagia selama 69 tahun, menginjak tahun ke-70
ia sakit parah dan menderita secara fisik dan batin selama 1 tahun
sebelum akhirnya mati. Saat ia mengalami 1 tahun terakhir
penderitaan, 69 tahun kebahagiaan sebelumnya tidak akan berarti
apa-apa, orang yang sedang menderita tidak akan terhibur dengan
kenyataan bahwa ia telah melampaui banyak kebahagiaan di masa lalu,
malahan pada saat sakit menjelang mati, orang mungkin lebih memilih
menukar nasibnya (jika bisa), mengalami 69 tahun penderitaan asalkan
mengalami 1 tahun terakhirnya dengan kebahagiaan. Jadi sebanyak dan
selama apapun kebahagiaan yang pernah dialami tidak ada artinya lagi
pada saat menderita menjelang mati, cuma gara-gara satu hal: tidak
siap mati!
Saat yang
terpenting bukan masa lalu, tetapi saat
ini. Karena kematian adalah pasti, maka cepat atau
lambat kematian akan menjadi saat ini. Kalau ada yang mengaku tidak
takut mati, jangan langsung percaya terutama kalau ia tidak
sedang dalam suasana hampir mati. Lihatlah reaksi
para penumpang pesawat jika pesawat yang ditumpangi mengalami
masalah, misalnya bergetar, semakin besar getaran akan semakin
terlihat ketakutan penumpang. Seperti halnya orang yang sedang
menderita sakit parah, orang yang sedang mengalami keadaan bahaya
akan mengharapkan "bargain", menukar keselamatannya dengan
apapun yang dapat dibayangkannya.
Tidak
siap mati akan menampilkan ego yang sangat besar saat orang mengalami
keadaan menjelang mati. Hal ini justru menambah penderitaan diri
sendiri, dan dapat menambah penderitaan orang lain karena ego yang
tinggi cenderung tidak perduli dengan orang lain. Tapi semua hal itu
bisa dihadapi dengan satu jurus sakti, yaitu: siap mati.
KEMATIAN
ADALAH HAL YANG ALAMI
Siap mati
tidak sama dengan pesimis hidup. Seandainya siap mati = pesimis
hidup, hasilnya adalah banyak orang bunuh diri. Kita harus dapat
membedakan hal yang alami dan tidak. Belajar dan berusaha adalah
alami. Sejak bayi, manusia sudah belajar berjalan, demikian juga
makhluk hidup lainnya, misalnya anak burung secara alami akan belajar
terbang. Menghindari kematian juga merupakan hal yang alami, makhluk
kecil seperti semut pun akan berusaha menyelamatkan hidup jika
terancam bahaya.
Kematian
juga merupakan hal yang alami, karena itu menolak kematian adalah
menentang hukum alam, menentang perubahan, yang hanya akan
menghasilkan penderitaan yang lebih besar. Sebaliknya menerima
kematian sebagai hal yang alami akan membuat batin tenang, menyadari
bahwa kita harus melepas sanak saudara, harta, kesehatan terpisah
dari diri kita.
Mental
siap mati akan "terasah" jika kita melihat semuanya secara
alami dan berlatih untuk
itu. Memahami kalau semua hal tidak akan dimiliki selamanya, maka
kehilangan harta, keluarga, atau apapun dalam kehidupan ini, tidak
akan membuat batin terpuruk. Justru dapat mendorong perbuatan baik
seperti berdana dan membantu makhluk lain yang sedang kesusahan tanpa
menghitung untung-rugi. Jika ego dapat ditekan, maka semakin
tinggi kepekaan/empati pada makhluk lain, tidak sebatas pada manusia,
tetapi juga binatang yang juga dapat merasakan sakit fisik dan batin.
Hanya karena tidak mengeluarkan air mata, tidak berarti binatang
tidak menderita secara batin, kebanyakan binatang hidup dalam
ketakutan dan ancaman yang lebih besar dari yang biasanya dialami
manusia!
DALAM
SUDUT PANDANG BUDDHISME
Bagi
seseorang yang terlahir maka ada kematian. Hal ini tidak hanya
berlaku bagi manusia/binatang, tetapi juga pada makhluk halus/peta
dan bahkan dewa, tidak ada satu makhluk pun yang hidup kekal dan
mampu menghindari kematian. Ajaran Buddha membahas mengenai kematian
dengan sangat intens dan blak-blakan, tetapi hanya beberapa hal saja
yang akan dibahas di tulisan ini.
Buddha
mengajarkan ada tiga utusan surgawi, yaitu usia tua, sakit, dan
kematian (AN 3:35), menyadari bahwa kita juga tunduk pada usia tua,
sakit, kematian dan tidak dapat membebaskan diri darinya, maka sudah
seharusnya kita melakukan perbuatan mulia melalui jasmani, ucapan,
dan pikiran sesuai Jalan Mulia Berunsur Delapan. Selama kita belum
menembus 4 Kebenaran Mulia (kebenaran mulia penderitaan, asal mula
penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya
penderitaan), kita akan terlahir kembali dan mengembara terus dalam
lingkaran kelahiran-dan-kematian tanpa awal dan tanpa akhir.
Proses
batin yang terjadi saat kematian secara prinsip tidak berbeda dengan
proses batin yang kita alami sehari-hari, batin kita hari ini
merupakan kelanjutan dari batin yang kemarin, bahkan batin kita detik
ini adalah kelanjutan batin sedetik sebelumnya dan terus bergerak.
Proses batin yang berkesinambungan ini menciptakan ilusi keakuan,
sama seperti ilusi hamparan pasir yang ternyata merupakan
butiran-butiran pasir kecil, tanpa ada inti yang dapat ditemukan.
Dalam kelahiran kembali, tidak ada roh/jiwa yang kekal yang berpindah
dari jasmani satu ke jasmani lainnya.
Mengapa
kita seharusnya melakukan perbuatan mulia? Karena kematian sebenarnya
bukanlah hal yang harus ditakuti, melainkan kelahiran akibat karma
buruklah yang seharusnya ditakuti. Sewaktu meninggal, satu-satunya
bekal kita adalah timbunan karma baik, tetapi jika yang berbuah
adalah karma buruk, maka kelahiran kembali akan membawa lebih banyak
penderitaan.
Salah
satu karma buruk yang berpengaruh besar mengarahkan kelahiran pada
alam yang rendah adalah pikiran menjelang kematian (cuti citta).
Orang yang batinnya penuh dengan kesedihan atau kemarahan menjelang
kematiannya akan cenderung mengarahkan kelahirannya ke alam rendah.
Jangankan umat awam, bhikkhu yang hidup di zaman Buddha Gotama saja
dapat terlahir di alam rendah karena hal ini, salah satunya adalah
Bhikkhu Kokālika yang terlahir di neraka karena memendam permusuhan
terhadap Bhikkhu Sāriputta dan Bhikkhu Moggāllāna (SN 6.
Brahmasaṃyutta).
Memahami
ini, mungkinkah kita memiliki batin yang tenang dan bahagia saat
menjelang kematian tanpa latihan? Buddha mengajarkan moralitas
dan meditasi yang dapat dijalankan setiap hari.
Jadi,
sudah siapkah anda mati saat ini?
No comments:
Post a Comment