Pengunjung

free counters

Thursday, January 3, 2013

Mahaggata Citta I



Bhavana di dalam Buddha Dhamma
Bhavana di dalam Buddha Dhamma mengandung pengertian pengembangan batin ke arah yang lebih luhur, lebih murni, lebih bersih, lebih tinggi kualitasnya dengan tujuan akhir adalah merealisasi Nibbãna, terbebas dari dukkha secara total.
Di dalam perbendaharaan Buddha Dhamma, dikenal dua istilah yaitu Samatha Bhavana dan Vipassana Bhavana.
Samatha bhavana adalah pengembangan batin sehingga dicapai ketenangan batin karena mengendapnya rintangan batin.
Vipassana bhavana adalah pengembangan batin sehingga dicapai kebijaksanaan karena terkikisnya kekotoran batin.
Seringkali di dalam pengembangan batin dipersoalkan mana yang terlebih dulu harus dikembangkan, apakah samatha bhavana ataukah vipassana bhavana. Ada sementara orang mengharuskan Samatha Bhavana terlebih dulu, di pihak lain dapat langsung melalui Vipassana Bhavana.

Di dalam Tipitaka, banyak sekali tersebar peranan kedua hal di atas, namun yang banyak ditemukan adalah apabila Buddha menganjurkan untuk "pergi bermeditasi" tidak pernah disebutkan "pergi ber-Vipassana" namun selalu menggunakan "pergi melakukan Jhana". Dan tidak pernah disamakan antara istilah Vipassana dengan teknik-teknik pengembangan perhatian murni.
Vipassana bukanlah teknik meditasi, namun kualitas batin, 'kemampuan melihat fenomena secara jelas pada saat ini.' Sedangkan Samatha adalah 'kemampuan untuk menetapkan batin menjadi tenang pada saat ini.'
Di dalam merealisasi tujuan, merealisasi Nibbãna, Samatha, dan Vipassana, keduanya harus dikembangkan, karena keduanya merupakan bagian dari Jalan, dan keduanya membutuhkan support / dukungan dari kualitas batin lainnya, membutuhkan teknik latihan. Oleh karena itu tidaklah perlu mempersoalkan mana yang lebih dulu, Samatha ataukah Vipassana.


Pengelompokan kekotoran batin
Kekotoran batin (kilesa) dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

  1. Kekotoran batin yang kasar (vittikama kilesa), yang terekspresi di dalam tindak tanduk jasmani dan ucapan.
  2. Kekotoran batin yang sedang (pariyutthana kilesa), yang terekspresi secara mudah ketika indera terangsang oleh objek namun tidak muncul di dalam tindak tanduk jasmani dan ucapan. Kekotoran batin ini muncul di dalam gejolak batin yang cukup nyata dan dapat diketahui oleh yang mengalaminya.
  3. Kekotoran batin yang halus (Anusaya kilesa), yang hanya dapat diketahui apabila seseorang telah cukup masak di dalam latihan di dalam Jalan, dan hanya Arahat yang tidak memilikinya lagi.

Sarana untuk mengendalikan kekotoran batin

  1. Vittikama kilesa dikendalikan dengan melaksanakan latihan kemoralan (sila sikkha).
  2. Pariyutthana kilesa dikendalikan dengan melaksanakan samatha bhavana hingga mencapai Jhana (samadhi).
  3. Anusaya kilesa dikendalikan / dihancurkan oleh kebijaksanaan (panna).

Cara penekanan / pengendalian / penanganan kekotoran batin
  1. Pengendalian vittikama kilesa dengan menggunakan sila sikkha disebut tadanga pahana, mengendalikan dengan menghindari melakukan kejahatan melalui tindak tanduk jasmani dan ucapan.
  2. Penekanan pariyutthana kilesa dengan menggunakan jhana disebut vikkhambhana pahana, yaitu mengendalikan dengan mengendapkan / me-non-aktifkan rintangan batin.
  3. Penghancuran anusaya kilesa dengan menggunakan kebijaksanaan (panna) disebut samuccheda pahana, mengendalikan dengan menghancurkan secara total.

Tahap-tahap perkembangan konsentrasi dan objeknya
Tahap perkembangan konsentrasi dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:

  1. Tahap permulaan (khanika samadhi) dengan objek permulaan (parikamma nimitta). Pada tahap ini konsentrasi masih sangat mudah buyar, konsentrasi sesaat, pikiran tidak cukup kuat untuk membayangkan objek pengamatan dengan baik. Ciri-ciri batin pada tahap ini adalah belum mengendapnya nivarana / rintangan batin.
  2. Tahap konsentrasi mendekati (upacara samadhi) dengan objek yang tergambar di dalam batin dengan cukup jelas (uggaha nimitta) atau objek yang tergambar di dalam batin sangat jelas dan lebih luhur kualitasnya (patibhaga nimitta). Ciri-ciri batin pada tahap ini adalah mengendapnya nivarana / rintangan batin.
  3. Tahap konsentrasi mencerap (appana samadhi) dengan objek patibhaga nimitta yang seolah telah tercerap penuh ke dalam batin. Ciri-ciri batin pada tahap ini adalah mengendapnya nivarana / rintangan batin dengan mendominasinya faktor-faktor penguat (jhananga) secara menonjol dan intensif. Pada tahap ini tidak satupun objek lain yang dapat menginterupsi batin.
Lima rintangan batin (nivarana) dan faktor penguat (jhananga)
Terdapat lima rintangan batin yang mengganggu tenangnya batin, dan di dalam latihan dapat dikendalikan dengan faktor-faktor penguat sehingga dapat menyebabkan batin menjadi tenang, sebagai berikut:

Rintangan Batin (nivarana) Dikendalikan oleh faktor penguat (jhananga)
Kamachanda (kepuasan dalam nafsu indera) Ekaggata (faktor pengkonsentrasi batin)
Byapada (niat jahat) Piti (faktor batin penimbul kegiuran akan objek)
Thina (kemalasan batin) - middha (kelambanan batin) Vitakka (faktor batin pengarah ke objek)
Uddhacca (kegelisahan) - kukkucca (kekhawatiran) Sukha (faktor batin penimbul kegembiraan dalam objek)
Vicikiccha (keraguan spektis) Vicara (faktor batin penopang memegang objek)
   
Ketika mengengalikan rintangan batin, kelima faktor penguat tersebut tidak bekerja satu demi satu berurutan, tetapi mereka bekerja bersama sesuai fungsinya di dalam mengendalikan rintangan batin, sampai rintangan batin tersebut non aktif.

sumber  : http://www.buddhistonline.com/dsgb/ad11.shtml